"Dzikirulloh"
"Dzikir dalam kesadaran utuh seorang insan"
(kumpulan tulisan Ust. Abu Sangkan yg berkaitan dgn
dzikir, ataupun tentang khusu’ nya shalat)
Kita mengetahui bagaimana bintang-bintang itu beredar pada porosnya sebagaimana mengetahui tumbuh-tumbuhan,
gunung-gunung berdiri dan bergerak mengikuti sunnah-Nya, sesungguhnya semuanya itu bersujud dan bertasbih kepada khaliknya. Akan tetapi kita tidak mengetahui bagaimana cara mereka bersujud dan bertasbih.
gunung-gunung berdiri dan bergerak mengikuti sunnah-Nya, sesungguhnya semuanya itu bersujud dan bertasbih kepada khaliknya. Akan tetapi kita tidak mengetahui bagaimana cara mereka bersujud dan bertasbih.
Firman Allah :
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada didalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan
bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti mereka. Sesungguhya Dia adalah maha penyantun
lagi maha Penyayang” (QS 17:44)
bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti mereka. Sesungguhya Dia adalah maha penyantun
lagi maha Penyayang” (QS 17:44)
"Kemudian Dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi. silahkan kalian mengikuti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa. Jawab mereka “Kami mengikuti dengan suka hati” (QS 41:11)
Ayat-ayat di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa tasbih mereka bukanlah sebuah kata-kata seperti manusia bertasbih, akan tetapi merupakan bentuk kepasrahan dan kepatuhan atas
perintah Allah, sehingga gerak mereka serta arah tujuannya berserah atas
kehendak perintah Ilahi. Dengan demikian butir-butir atom, bumi,
matahari, bintang-bintang bergerak pada orbit atau garis yang telah
ditentukan oleh-Nya. Itulah yang dinamai ber-islam, yang artinya
berserah diri atas kemauan Allah Yang Maha Pengasih. Yaitu pasrah atas
peraturan-peraturan (sunnah-sunnah) yang telah ditentukan oleh Allah
Swt. Maka dari itu paradigma pasrah bukanlah orang pasif yang tidak
bergerak, malah sebaliknya orang yang pasrah adalah orang aktif yang
mengikuti perintah-perintah di dalam syariat, berdagang, belajar, berperang, membayar zakat, berhaji, beternak, bertani, bermanajemen dll.
Hal ini diibaratkan seperti kalau kita
membeli sebuah mobil. Si perancang telah menyiapkan manualnya untuk
memudahkan kita menghidupkan dan menjalankan mesin mobil tersebut, serta
untuk mengetahui suku cadang yang harus diganti jika terjadi kerusakan.
Manual yang berisi ketentuan/aturan ini tidak bisa diganti seenaknya
sesuai dengan kemauan kita, karena bisa-bisa akan mengakibatkan
benturan/berlawanan dengan keinginan perancangnya, yang pada akhirnya
mungkin akan membuat mesin mobil menjadi rusak dan tidak dapat berjalan
dengan baik.
Perbuatan mengikuti ketentuan yang telah
ditetapkan oleh perancang dalam ilustrasi diatas menggambarkan
kepasrahan dan kepatuhan terhadap ketentuan si perancang. Demikian pula
dengan kepasrahan terhadap ketentuan yang telah ditulis dalam Al Qur’an
dan Al Hadist ataupun dalam ayat-ayat kauniyah (hukum yang diikuti oleh
alam semesta / hukum alam), semuanya mengikuti sistem dan keinginan
ilahi. Mereka bersujud patuh atas ketetapan-Nya dengan suka hati.
Didalam serat Pepali Ki Ageng Selo, dzikir berarti patrap, yaitu orang susila, orang beradab. Peradaban atau kesusilaan seseorang ditentukan oleh pendirian hidupnya dan kesusilaan dalam arti kata yang sedalam-dalamnya dan terikat pada sarat-sarat utama, yaitu dapat menguasai diri sendiri, yang dijabarkan sbb :
- Menguasai tubuh sepenuhnya, yang
berarti mampu untuk menguasai perjalanan nafas dan darah, sehingga orang
tidak lekas naik darah dan tidak mudah dipermainkan oleh urat syarafnya
(nervous) yang besar faedahnya bagi kesehatan badan.
- Menguasai perasaan, yaitu dapat menahan rasa marah, jengkel,
sedih, takut dan sebagainya, sehingga dalam keadaan bagaimanapun juga
selalu tenang dan sabar, oleh karena itu lebih mudah untuk dapat
mengambil tindakan-tindakan yang setepat-tepatnya.
- Menguasai pikiran, sehingga pikiran itu dalam waktu-waktu yang
terluang tidak bergelandangan semaunya sendiri dengan tidak terarah dan
bertujuan, akan tetapi dapat diarahkan untuk memperoleh pengertian dan
kesadaran tentang soal-soal hidup yang penting.
Orang patrap (dzikir, sadar) dalam Islam
diidealisasikan dalam sosok Nabi Muhammad sebagai uswatun hasanah, tidak
kenal rasa takut tidak gentar dalam keadaan bagaimanapun juga, beliau
selalu sabar, dan tenang dan selalu diliputi oleh rasa kasih sayang
kepada sesama hidup dan karena itu beliau dicintai oleh semua ummat
manusia, beliau mencintai segala ciptaan Allah.Sikap dzikir sempurna
seperti itu pernah dicontohkan Rasulullah, tatkala tiba-tiba Da’tsur
menodongkan pedangnya kearah leher nabi, seraya berkata lantang: “Siapa
yang akan menolong engkau dalam keadaan seperti ini, ya Muhammad?”.
“Allah yang menolongku”, jawab nabi dengan tenang. Jawaban sederhana
yang tidak disangka-sangka oleh Da’tsur, merontokkan karang hati yang
pongah, tubuhnya bergetar seakan tidak lagi disanggah oleh
tulang-tulangnya yang besar. Daya apa gerangan yang mengalir dari mulut
Muhammad, membuat jiwanya sesaat seperti mati tak berdaya. Pedangnya
terpental jatuh ketanah, kemudianRasulullah berganti membalas
menodongkan pedang kearah leher Da’tsur, dan beliau berkata :
“Siapa
yang akan menolong engkau ,ya Da’tsur?” Ia jatuh bersimpuh pada kaki
Rasulullah sambil mengiba untuk diampuni atas sikapnya yang congkak dan
berkata hanya engkau ya Muhammad yang bisa menolongku. Seketika itu
Rasulullah menasehatinya agar ia kembali ke jalan Islam.
Peristiwa di atas merupakan sikap
sempurna dari Dzikir Rasulullah. Keadaan seperti itulah yang dimaksudkan
islam sebagai kepasrahan dan kepercayaan akan kekuasaan Allah,
perlindungan, kedekatan dan kemahatinggian Allah diatas segala-galanya.
Dzikir kepada Allah bukan hanya sekedar menyebut nama
Allah di dalam lisan atau didalam pikiran dan hati. Akan tetapi dzikir
kepada Allah ialah ingat kepada Asma, Dzat, Sifat, dan Af”al-Nya.
Kemudian memasrahkan kepada-Nya hidup dan mati kita, sehingga tidak akan
ada lagi rasa khawatir dan takut maupun gentar dalam menghadapi segala
macam mara bahaya dan cobaan. Sebab kematian baginya merupakan pertemuan
dan kembalinya ruh kepada raja diraja Yang Maha Kuasa. Mustahil orang
dikatakan berdzikir kepada Allah yang sangat dekat, ternyata hatinya
masih resah dan takut, berbohong, tidak patuh terhadap perintah-Nya dll.
Konkritnya berdzikir kepada Allah adalah merasakan keberadaan Allah itu
sangat dekat, sehingga mustahil kita berlaku tidak senonoh
dihadapan-Nya, berbuat curang, dan tidak mengindahkan perintah-Nya.
Seperti yang pernah saya singgung
mengenai syetan yang ma’rifat kepada Allah, bertauhid kepada Allah, dan
berdo’a kepada-Nya, memuja-Nya, namun ia enggan mengikuti perintah-Nya.
Orang berdzikir seperti ini sama kedudukannya dengan kedudukan syetan
yang terkutuk. Allah berfirman : “Hai iblis , apakah yang menghalangi
kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah
kamu menyombongkan diri atau kamu merasa termasuk orang yang lebih
tinggi ?” Iblis berkata : Aku lebih baik dari padanya, karena Engkau
ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.
Allah
berfirman: “Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu adalah
yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atas kamu sampai hari
pembalasan.” Iblis berkata: “Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari
mereka dibangkitkan.” Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk
orang yang diberi tangguh. Sampai hari yang telah ditentukan waktunya (
hari kiamat).” Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau, aku akan
menyesatkan mereka kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka.
(QS 38:75-83)
Kalau kita perhatikan dialog Iblis dengan Allah di atas, kelihatan sekali bekas keakraban antara Khaliq dan makhluq-Nya. Dia sangat percaya kepada Allah, dia bertauhid, dan mengetahui bahwa
tidak ada tuhan kecuali Allah, dia juga memuja Allah dengan menyebut
“faizzatika” (demi kekuasaan Engkau). Dia selalu memanggil Allah dengan
sebutan “Ya Rabbi” (Ya tuhanku), dan yang terakkhir dia dikabulkan
doanya agar dipanjangkan usianya sampai hari kiamat. Hampir saja
sempurna sang iblis sebagai hamba yang sangat dekat, memohon kepada
Allah (berdo’a), bertauhid dan berma’rifat kepada-Nya. Hanya satu
kesalahan sang iblis ini, yaitu tidak mau mengindahkan perintah-Nya
untuk bersujud (menghormati) kepada Adam. Berarti ia tidak mengakui atau
tidak menerima keputusan Allah yang Maha Bijaksana, disebabkan
kesombongan merasa paling baik dari dirinya, ana khairu minhu , aku
lebih baik dari Adam !!!
Ada sebagian ahli dzikir yang tidak mau
melaksanakan ibadah shalat, dengan dalil sudah sampai kepada tingkat
ma’rifat atau fana. Dengan alasan wa aqimish shalata lidzikri
(dirikanlah shalat untuk mengingat Aku … QS 20:14), karena tujuan shalat
adalah ingat. Namun ia tidak sadar, bahwa ingat disini … tidak hanya
kepada nama-Nya atau kepada dzat-Nya, akan tetapi konsekwensinya harus
menerima apa kemauan yang diingat, yaitu kemauan Allah Swt seperti apa
yang telah diperintahkan didalam syariat-Nya .
Bandingkan dengan sikap
syetan yang tidak mengikuti kemauan Ilahi. Perbuatan khariqul `adah
(meninggalkan kebiasaan syariat) dianggap perbuatan seorang waliyullah.
Padahal nabi Muhammad dan para sahabat menegakkan syariat shalat, dan
mu’amalah. Sedang kedudukan beliau berada diatas para wali manapun di
dunia. Dengan alasan yang seakan masuk akal, serta dengan ditandai
(ditambahi) kelebihan-kelebihan spiritual yang menakjubkan. Janganlah
anda heran jika setanpun mampu menembus alam-alam ghaib dan mampu
menyelami pikiran dan hati manusia, … bahkan ia mampu berjalan melalui
aliran darah (yajri dam) karena memang ia dikabulkan permintaannya.
Seorang wali adalah kekasih Allah dan merupakan wakil Allah didalam
melaksanakan tugas-tugas menegakkan syariat Alqur’an dan As sunnah.
Lalu Apa yang Dimaksud dengan Dzikir Lisan, Dzikir Qalbi atau Dzikir Sirri?
Syekh Ahmad Bahjad dalam bukunya
“Mengenal Allah”, memberikan pengertian sbb : “Dzikir secara lisan
seperti menyebut nama Allah berulang-ulang. Dan satu tingkat diatas
dzikir lisan adalah hadirnya pemikiran tentang Allah dalam kalbu,
kemudian upaya menegakkan hukum syariat Allah dimuka bumi dan membumikan
Al Qur’an dalam kehidupan. Juga termasuk dzikir adalah memperbagus
kualitas amal sehari-hari dan menjadikan dzikir ini sebagai pemacu
kreatifitas baru dalam bekerja dengan mengarahkan niat kepada Allah (
lillahita’ala ).”
Sebagian ulama lain membagi dzikir menjadi dua yaitu: dzikir dengan
lisan, dan dzikir di dalam hati.
Dzikir lisan merupakan jalan yang akan
menghantar pikiran dan perasaan yang kacau menuju kepada ketetapan
dzikir hati; kemudian dengan dzikir hati inilah semua kedalaman ruhani
akan kelihatan lebih luas, sebab dalam wilayah hati ini Allah akan
mengirimkan pengetahuan berupa ilham.
Imam Alqusyairi mengatakan : “Jika
seorang hamba berdzikir dengan lisan dan hatinya, berarti dia adalah
seorang yang sempurna dalam sifat dan tingkah lakunya.” Dzikir kepada
Allah bermakna, bahwa manusia sadar akan dirinya yang berasal dari Sang
Khalik, yang senantiasa mengawasi segala perbuatannya. Dengan demikian
manusia mustahil akan berani berbuat curang dan maksiat dihadapan-Nya.
Dzikir berarti kehidupan, karena manusia ini adalah makhluq yang akan
binasa (fana), sementara Allah senantiasa hidup, melihat, berkuasa,
dekat, dan mendengar, sedangkan menghubungkan (dzikir) dengan Allah,
berarti menghubung-kan dengan sumber kehidupan (AlHayyu). Sabda
Rasulullah : “Perumpamaan orang yang berdzikir dengan orang yang tidak
berdzikir seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR.
Bukhari) Itulah gambaran dzikir yang dituturkan Rasulullah Saw. Bahwa
dzikir kepada Allah itu bukan sekedar ungkapan sastra, nyanyian,
hitungan-hitungan lafadz, melainkan suatu hakikat yang diyakini didalam
jiwa dan merasakan kehadiran Allah disegenap keadaan, serta berpegang
teguh dan menyandarkan kepada-Nya hidup dan matinya hanya untuk Allah
semata.
Firman Allah :
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu (jiwamu) dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS 7:205) Aku hadapkan wajahku kepada wajah yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus. Aku bukanlah orang yang berbuat syirik, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku kuserahkan (berserah diri) kepada Tuhan sekalian Alam ….
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu (jiwamu) dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS 7:205) Aku hadapkan wajahku kepada wajah yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus. Aku bukanlah orang yang berbuat syirik, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku kuserahkan (berserah diri) kepada Tuhan sekalian Alam ….
Adapun hitungan-hitungan lafadz, seperti membaca Asmaul Husna, membaca
Alqur’an, shalat, haji, zakat, dll,merupakan bagian dari sarana
dzikrullah, bukan dzikir itu sendiri, yaitu dalam rangka menuju
penyerahan diri (lahir dan batin) kepada Allah. Tidak ada kemuliaan yang
lebih tinggi dari pada dzikir dan tidak ada nilai yang lebih berharga
dari usaha menghadirkan Allah dalam hati, bersujud karena keagungan-Nya,
dan tunduk kepada semua perintah-Nya serta menerima setiap
keputusan-Nya Yang Maha Bijaksana Dzikir berarti cinta kepada Allah,
tidak ada tingkatan yang lebih tinggi diatas kecintaan kepada Allah,
maka berdzikirlah kamu (dengan menyebut ) Allah, sebagaimana kamu ingat
kepada orang tua kalian, atau bahkan lebih dari itu. (QS 2:200)
“Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS 9:24 )
Dzikrullah Rohnya Seluruh Peribadatan
Pada tatanan spiritualitas Islam,
dzikrullah merupakan kunci membuka hijab dari kegelapan menuju cahya
Ilahi. Alqur’an menempatkan dzikrullah sebagai pintu pengetahuan
makrifatullah, sebagaimana tercantum dalam surat Ali Imran 190-191 :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau sambil duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS 3:190-191)
Kalimat “yadzkurunallah” orang-orang yang mengingat Allah, didalam
`tata bahasa arab’ berkedudukan sebagai ma’thuf (tempat bersandar) bagi
kalimat-kalimat sesudahnya, sehingga dzikrullah merupakan dasar atau
azas dari semua perbuatan peribadatan baik berdiri, duduk dan berbaring
serta merenung (kontemplasi).
Dengan demikian praktek dzikir termasuk ibadah yang bebas tidak ada batasannya. Bisa sambil berdiri,
duduk, berbaring, atau bahkan mencari nafkah untuk keluarga sekalipun
bisa dikatakan berdzikir, jika dilandasi karena ingat kepada Allah. Juga
termasuk kaum intelektual yang sedang meriset fenomena alam, sehingga
menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi seluruh manusia. Dzikrullah
merupakan sarana pembangkitan kesadaran diri yang tenggelam, oleh sebab
itu dzikir lebih komprehensif dan umum dari berpikir. Karena dzikir melahirkan pikir serta kecerdasan jiwa
yang luas, maka dzikrullah tidak bisa hanya diartikan dengan menyebut
nama Allah, akan tetapi dzikrullah merupakan sikap mental spiritual
mematuhkan dan memasrahkan kepada Allah Swt.
Dari Dardaa Ra :
Bersabda Rasulullah Saw “Maukah kalian saya beritakan sesuatu yang lebih baik dari amal-amal kalian, lebih suci
dihadapan penguasa kalian, lebih luhur di dalam derajat kalian, lebih bagus bagi kalian dari pada menafkahkan emas dan perak, dan lebih bagus dari pada bertemu musuh kalian (berperang) kemudian kalian menebas leher-leher mereka atau merekapun menebas leher-leher kalian ?” Mereka berkata : “baik ya Rasulullah”. Beliau bersabda : “dzikrullah” atau ingat kepada Allah
(dikeluarkan oleh At thurmudzy dan Ibnu Majah, dan berkata Al Hakim: shahih isnadnya).
Betapa dzikrullah ditempatkan pada posisi yang sangat tinggi, karena merupakan jiwa atau rohnya seluruh peribadatan, baik shalat, haji, zakat, jihad dan amalan-amalan lainnya. Dari sisi lain, Allah sangat keras mengancam orang yang tidak ingat kepada Allah didalam ibadahnya.
Seperti dalam surat Al Ma’un ayat :4-6 :
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’.” fashalli lirabbika” maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu ( QS. 108:2 )
Perbuatan riya’ ialah melakukan suatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah, akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat. Amal perbuatan seperti itu yang akan ditolak oleh Allah, dan dikategorikan bukan sebagai perbuatan Agama (Ad dien). Banyak orang yang mendirikan shalat, sementara ia hanya mendapatkan rasa lelah dan payah ( Al Hadist )
Sabda Nabi Saw : “Akan datang pada suatu masa, orang yang mengerjakan shalat, tetapi mereka belum merasakan shalat” (HR. Ahmad, dalam risalahnya: Ash shalatu wa ma yalzamuha)
Jadi jelaslah maksud hadist-hadist di
atas bahwa seluruh peribadatan bertujuan untuk memasrahkan diri dan rela
kepada Allah, sebagaimana pasrahnya alam semesta…
Untuk mencapai kepada tingkatan yang ikhlas kepada Allah serta menerima Allah sebagai junjungan dan pujaan, jalan atau sarana yang paling mudah telah diberikan Allah, yaitu dzikrullah.
Untuk mencapai kepada tingkatan yang ikhlas kepada Allah serta menerima Allah sebagai junjungan dan pujaan, jalan atau sarana yang paling mudah telah diberikan Allah, yaitu dzikrullah.
Keikhlasan kepada Allah
mustahil bisa dicapai, tanpa melatih dengan menyebut nama Allah serta
melakukan amalan-amalan yang telah ditetapkan-Nya.
Telah menyebutkan Abdullah bin Yusr, bahwa sesungguhnya ada seorang
lelaki berkata,
” wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat iman itu sungguh
amat banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku dengan sesuatu yang aku
akan menetapinya.” Beliau bersabda :”Senantiasa lisanmu basah dari
dzikir (ingat) kepada Allah Ta’ala.”
Keluhan laki-laki yang datang kepada
Rasulullah menjadi pelajaran dan renungan bagi kita, yang ternyata
syariat iman itu amat banyak jumlahnya dan tidaklah mungkin kita mampu
melaksanakan amalan syariat yang begitu banyak tersebut, kecuali
mendapatkan karunia bimbingan dan tuntunan dari Allah Swt. Rasulullah
telah memberikan solusinya dengan memerintahkan selalu membasahi lisan
kita dengan menyebut nama Allah. Dengan cara melatih berdzikir kepada
Allah kita akan mendapatkan ketenangan, kekhusyu’an dan kesabaran yang
berasal dari Nur Ilahi.
Keutamaan Berdzikir Kepada Allah
Apabila benar-benar mengerjakan dzikir menurut cara yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya, sedikitnya ada dua puluh keutamaan yang akan dikarunikan kepada yang melakukannya, yaitu (Al Fathul Jadied : syarah At Targhieb Wat Tarhieb):
- Mewujudkan tanda baik sangka kepada Allah dengan amal shaleh ini.
- Menghasilkan rahmat dan inayat Allah.
- Memperoleh sebutan yang baik dari Allah dihadapan hamba-hamba yang pilihan.
- Membimbing hati dengan mengingat dan menyebut Allah.
- Melepas diri dari azab.
- Memelihara diri dari was-was syaitan khannas dan membentengi diri dari ma’syiat.
- Mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
- Mencapai derajt yang tinggi di sisi Allah.
- Memberikan sinaran kepada hati dan menghilangkan kekeruhan jiwa.
- Menghasiilkan tegaknya suatu rangka dari iman dan islam.
- Menghasilkan kemuliaan dan kehormatan pada hari kiamat.
- Melepaskan diri dari rasa sesal.
- Memperoleh penjagaan dari para malaikat.
- Menyebabkan Allah bertanya tentang keadaan orang-orang yang berdzikir itu.
- Menyebabkan berbahagianya orang-orang yang duduk beserta orang-orang yang berdzikir, walaupun orang turut duduk itu tidak berbahagia.
- Menyebabkan dipandang ahlul ihsan, dipandang orang-orang yang berbahagia dan pengumpul kebajikan.
- Menghasilkan ampunan dan keridhaan Allah.
- Menyebabkan terlepas dari suatu pinti fasik dan durhaka. Karena orang yang tidak menyebut Allah (tidak berdzikir) dihukum sebagai orang fasik.
- Merupakan ukuran untuk mengetahui derajat yang diperoleh di sisi Allah.
- Menyebabkan para Nabi dan orang-orang mujahidin (syuhada) menyukai dan mengasihi.
- Menghasilkan rahmat dan inayat Allah.
- Memperoleh sebutan yang baik dari Allah dihadapan hamba-hamba yang pilihan.
- Membimbing hati dengan mengingat dan menyebut Allah.
- Melepas diri dari azab.
- Memelihara diri dari was-was syaitan khannas dan membentengi diri dari ma’syiat.
- Mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
- Mencapai derajt yang tinggi di sisi Allah.
- Memberikan sinaran kepada hati dan menghilangkan kekeruhan jiwa.
- Menghasiilkan tegaknya suatu rangka dari iman dan islam.
- Menghasilkan kemuliaan dan kehormatan pada hari kiamat.
- Melepaskan diri dari rasa sesal.
- Memperoleh penjagaan dari para malaikat.
- Menyebabkan Allah bertanya tentang keadaan orang-orang yang berdzikir itu.
- Menyebabkan berbahagianya orang-orang yang duduk beserta orang-orang yang berdzikir, walaupun orang turut duduk itu tidak berbahagia.
- Menyebabkan dipandang ahlul ihsan, dipandang orang-orang yang berbahagia dan pengumpul kebajikan.
- Menghasilkan ampunan dan keridhaan Allah.
- Menyebabkan terlepas dari suatu pinti fasik dan durhaka. Karena orang yang tidak menyebut Allah (tidak berdzikir) dihukum sebagai orang fasik.
- Merupakan ukuran untuk mengetahui derajat yang diperoleh di sisi Allah.
- Menyebabkan para Nabi dan orang-orang mujahidin (syuhada) menyukai dan mengasihi.
Dengan sebagian manfaat yang tercantum di
atas, layaklah jika dzikrullah didudukkan sebagai pintu pembuka jalan
kebajikan dan jalan makrifatullah. Keutamaan-keutamaan tersebut bukan
sekedar catatan yang menarik bagi kaum muslimin, akan tetapi hal
tersebut bisa kita peroleh dan dirasakan dengan sebenar-benarnya,
apabila kita serius dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan amalan-amalan
dzikir kepada Allah.Dalil-dalil yang Menganjurkan Dzikrullah Serta
Ancaman Bagi Yang Meninggalkannya.
AYAT-AYAT AL-QUR’AN
1. Surat Ali”Imran (190-191) Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda dari orang yang berakal. (3-190) (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksaan neraka (QS 3:190-191).
2. Surat An Nisaa’ (103)
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu
berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguh-nya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (QS 4:103).
3. Surat Al Anfaal (45)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung (QS 8:45).
4. Al Munaafiquun (9)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barang siapa berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi (QS 63:9).
5. Al Mujaadilah (19)
Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan.
Ketahuilah, bahwa golongan syetan itulah golongan yang merugi( QS 58:19).
6. Az Zukhruf (36)
Barang siapa yang berpaling dari ingat kepada yang maha pemurah, kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya (QS 43:36).
7. An Nisa (142)
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka
berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas,…mereka bermaksud riya’( dengan shalat) dihadapan manusia,…tidaklah mereka menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali (QS 4:142).
8. Al Baqarah (152)
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah
kamu mengingkari (nikmatku) (QS 2:152)
9. Al Baqarah (200)
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu
menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau bahkan lebih banyak dari itu (QS 2:200).
10. Al Ahzab (35)
Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah , Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan
pahala yang benar (QS 33:35).
11. Al Ahzab (41)
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah , dzikir sebanyak-banyak nya (QS 33:41).
12. An Nur (37)
Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah , dan (dari) membayar zakat . mereka takut kepada suatu hari yang ( dihari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang (QS 24:41).
13. Al A’Raaf (205)
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu didalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan tidak mengeraskan
suaramu, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (tidak berdzikir) (QS 7:205)
14. Ar Ra’d (28)
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allalh hati menjadi tentaram (QS 13:28).
15. Al Jumu’ah (9)
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk sembahyang pada hari jum’at, maka segeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS 62:9)
HADIST-HADITS RASULULLAH
1. Dari Abu Hurairah Ra. Dari Rasulallah Saw. Bersabda : barang siapa yang duduk pada suatu tempat duduk yang dia
tidak dzikir (ingat) kepada Allah, dan atau ditempat itu, maka ada atasnya kebencian dari Allah ta’ala. Dan barang siapa bertiduran pada tempat tidur yang ia tidak dzikir kepada Allah ditempat itu, maka ada atasnya kebencian dari Allah,artinya merupakan kekurangan tabiat jelek dan kerugian. (dikeluarkan oleh Abu Dawud)
2. Banyaklah olehmu menyebut Allah disegenap keadaan karena tak ada sesuatu amal yang lebih disukai Allah dan tak ada yang sangat melepaskan hamba dari suatu bencana di dunia dan akhirat dari pada menyebut Allah (HR: At Tabrany)
3. Berfirman Allah Swt. Aku menurut persangkaan hamba-Ku kepada-Ku dan aku besertanya dimana ia mengingat akanAku (HR Bukhari-Muslim)
4. Tidaklah duduk sesuatu kaum disuatu majelis lantas mereka menyebut nama Allah di majelis itu melainkan
mengelilingi mereka dan rahmat menutupi mereka dan Allah menyebut mereka dihadapan orang-orang yang disisi-Nya (HR Ibn Syaiban. Tahfudz Dzikirin:12)
5. Tiada berkumpul suatu kaum didalam suatu rumah Allah (masjid) untuk menyebut Allah hendak memperoleh
keridhoan-Nya melainkan Allah memberikan ampunan kepada mereka itu. Dan menggantikan keburukan-keburukan
mereka dengan berbagai kebaikan (HR Ahmad; At Targhieb 3:63 )
6. Barang siapa tiada banyak menyebut Allalh, maka sesungguhnya terlepas dia dari imannya ( HR. At Tabrany dalam Al Ausath )
7. Bahwasanya Allah berfirman: hai anak Adam, apabila engkau telah menyebut akan Aku, berarti engkau telah
mensyukuri akan Aku. Dan apabila engkau telah melupakan akan Aku, berarti engkau telah mengingkari nikmat dan
ihsan-Ku ( HR. At Tabrany dalam Al Ausath )
8. Perumpamaan orang yang menyebut tuhannya dengan orang orang yang tidak menyebut tuhannya, adalah umpama orang yang masih hidup dibanding dengan orang mati. ( HR. Bukhary ..At TarghiebWat Tarhieb 3:59)
9. Berkata Abu Hurairah Ra. Bersabda Nabi Muhammad Saw. Telah mendahului “mufarridun “. Mereka (para sahabat)
berkata: Apakah Mufarridun itu? Beliau menjawab: orang-orang lelaki dan perempuan yang banyak menyebut nama
Allah (dikeluarkan oleh Imam Muslim)
10. Telah menyebutkan Abdullah bin Yusr bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata : Sesungguhnya syari’at iman itu sungguh amat banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku dengan sesuatu yang aku menetapinya. Beliau bersabda : senatiasa lisanmu basah dari dzikir (ingat) kepada Allah Ta’ala.
Sudah terlalu banyak yang kita mengerti
dari perintah-perintah Allah didalam Al Quran dan Al Hadist. Namun
apakah akan tetap menjadikan dalil tinggallah dalil, dan kita tetap saja
tidak mau berbuat banyak dalam melaksanakan peribadatan kepada Allah.
Sampai kapan kita hanya mengumpulkan data-data keislaman yang tidak
terhitung banyaknya. Apakah sebenarnya tujuan kita beragama !? Bukankah
kita akan kembali kepada-Nya dengan tidak membawa apa-apa (Pasrah) !?
Terlalu panjang … kalau kita membicarakan
persoalan yang tiada habis-habisnya. Apalagi mempersoalkan hal
furuiyyah; syariat Islam itu tidak sekedar soal hukum-hukum positif
saja, tetapi banyak nilai spiritual yang belum digali dengan benar.
Akibatnya kita ketinggalan dengan para Yogi India yang menekuni realitas
kejiwaan yang bersifat universal, sehingga para penganutnya bukan saja
dari kalangan hindu, akan tetapi sebagian orang Islam dan bangsa Eropa
yang beragama Kristen telah menekuninya tanpa harus menjadi Hindu. Dan
membawa manfaat baik lahir maupun mental spiritualnya. Mengapa nilai
spiritual Islam tidak mampu menembus wilayah bangsa-bangsa lain yang
bermanfaat bagi kedamaian manusia, yang diakui menyatakan Rahmatan
lil’alamin !? Mengapa kita memandang mereka dengan rasa kebencian dan
bermusuhan.? Padahal tidak semua orang kafir harus diperangi (harbi).
Mengapa kita tidak melakukan saja
pekerjaan yang bermanfaat untuk kesejahteraan ummat manusia dan alam?
Mengapa kita tidak menjadikan manusia itu cerdas dan bermental spiritual
yang damai? Lihatlah bangsa Jepang, negara yang amat kecil dan disegani
lawannya, dikagumi semua Ummat, padahal dia tidak memiliki pasukan
penggempur musuh. Kita Ummat yang mengaku khairun Ummat (Ummat yang
terbaik), ternyata dilecehkan dan dihinakan, dijajah, dan tidak
dipandang sebagai ummat yang cerdas, bahkan hampir disamakan dengan
bangsa primitif, karena menonjolkan sifat kekasaran, dan kekuatan
ototnya. Kita mudah marah dan tersinggung, jika dikatakan ummat islam
itu terbelakang, yang identik dengan kemiskinan dan kebrutalan.
Kenyataannya kita sering dihambat oleh ummat sendiri. Al islam mahjubun bil Muslim, kreatifitas dan inovasi pemikiran dan kajian ummat, terkadang diserang habis habisan tanpa ikut meneliti terlebih dahulu kebenarannya dengan alasan bid’ah.
Orang yang menekuni bidang pendidikan, filsafat, dan ilmu-ilmu sain dianggap tidak memperjuangkan ummat, padahal mereka adalah orang yang mengisi khasanah keilmuan yang digali dalam literatur Islam yang penuh dengan persoalan-persoalan manusia, alam dan fenomenanya.
Saya mengajak segenap ummat Islam agar kembali kepada jalan suci yang dirintis para pendahulu kita, yang lebih banyak berbuat ketimbang berbicara. Islam berkembang bukan dengan kekerasan, akan tetapi melalui kebudayaan, melalui sains yang digali oleh para Ulama yang mengungkapkan keagungan dan keunikan alam semesta. Ulama-ulama yang sangat intens terhadap ilmu fisika, matematika, dan kedokteran seperti, Ibnu Sina, Al Jabber, Ibnu Rusydi dll, mempunyai andil mengangkat derajat dan kebesaran Islam pada abad ke tujuh sampai akhir abad kedua belas, … hingga akhirnya terpuruk pada saat ini. Menurut pandangan saya, Jepang , Singapura, Perancis adalah potret negara Islami yang sebenarnya, sebab disanalah dasar-dasar filsafat Islam tertanam menjadi budaya yang tinggi seperti kedisiplinan, ketekunan, kesadaran hukum, kebersihan,wajib belajar, memperhati-kan hak asasi manusia, binatang, dan lingkungan. Hanya satu yang belum yaitu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
Demikian harapan dan sentuhan rasa yang dalam akan keinginan khasanah keislaman dijalankan melalui gerakan jiwa yang dalam dan bersih. Dan hanya dengan berbuat melalui kesadaran spiritual yang tinggi keinginan itu akan tercapai. Sebab kesadaran adalah modal tertinggi untuk mencapai sesuatu. Bukan dengan emosi dan cemburu terhadap karya orang lain lalu kemudian memusuhinya tanpa jelas perkaranya. Hanya dengan berdzikir kepada Allah hati menjadi tenang sehingga melahirkan karya-karya yang bermanfaat dan berperilaku akhlaq yang mulia.
Memasuki Kesadaran Diri (Aku)
Kali ini saya akan mengajak pembaca sekalian menyelami kesadaran diri yang sebenarnya, dan mengenali hakikat ruh yang biasa menyebut dirinya “Aku”. Dan saya tidak akan lagi bicara soal dalil-dalil. Ibaratnya kita melakukan shalat, kita tidak lagi butuh dalil, akan tetapi kita tinggal memasuki keadaan shalat yang sebenarnya. Diskusi kita sudah selesai dalam hal hukum-hukum berdzikir. Manusia merupakan makhluq yang sempurna sehingga diangkat sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini. Biarpun sebagian besar orang tidak mengerti banyak tentang sifat sebenarnya dari diri sendiri.
Dalam susunan fisik, mental dan kerohaniannya terdapat
sifat yang tertinggi maupun terendah. Didalam tulang-tulang terdapat
kehidupan bersifat mineral, badan dan darahnya benar-benar mengandung
bahan mineral. Kehidupan fisik badan manusia mirip dengan kehidupan
tanaman. Banyak keinginan /nafsu fisik serta emosi mirip dengan yang
dimiliki oleh binatang. kemudian manusia mempunyai seperangkat sifat
mental yang menjadi miliknya, dan tidak dimiliki oleh binatang yang
bersifat rendah. Selain itu masih ada sifat lebih tinggi yang dimiliki
oleh sebagian orang yang lebih maju kerohaniannya, meskipun masih
terdapat daya kemauan yaitu daya sang “Aku”, yang merupakan daya yang
diterima (ditiupkan) dari Yang Maha Mutlak.
Benda-benda fisik dan mental tersebut adalah milik manusia, dan bukannya manusia itu sendiri. Sebelum manusia (“Aku”) dapat menguasai atau mengalahkan, dan mengarahkan benda yang menjadi miliknya yaitu alat dan instrumennya terlebih dahulu ia harus menyadari dirinya secara benar. Ia harus dapat membedakan mana yang merupakan Aku dan mana yang merupakan alat atau milik Aku, dapat membedakan mana yang Aku dan mana yang bukan Aku. Inilah tahapan pertama yang harus disadari.
Katakan bahwa Ruh itu adalah dari
amar-amar-Ku… Aku adalah ruh yang ditiupkan kedalam tubuh yang terbuat
dengan komposisi kosmos yang sempurna setelah diberi bentuk. (QS
15:28-29) …sang aku bersifat abadi – tidak bisa mati -tidak bisa
rusak. Ia memiliki kekuasaan, kebijaksanaan dan kenyataan. Tetapi
seperti halnya seorang bayi yang kemudian menjadi dewasa, batin manusia
tidak menyadari sifat potensial yang tertidur dalam dirinya, dan tidak
mengenal dirinya sendiri yang sebenarnya. Bila diri sendiri yang
sebenarnya sudah bangun, ia mengenal mana yang disebut Aku dan mana yang
bukan Aku sebagai dirinya sendiri atau Aku. Aku inilah yang akan
kembali kehadirat asalnya yaitu Inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun.
Sesungguhnya Aku adalah berasal dari Allah dan kepada-Nya-lah Aku
kembali…
Orang primitif dan orang beradab jarang
menyadari “Aku” nya, rasa keakuan mereka hanya merupakan kesadaran
mengenai nafsu badani pemenuhan keinginan, pemuasan kesenangan,
memperoleh kenyamanan bagi dirinya. Bagian bawah dari batin naluri
merupakan tempat rasa keakuan orang-orang primitif. Bila seorang
primitif mengatakan “Aku”, maka yang dimaksud adalah badannya. Badan ini
mempunyai perasaan, keinginan dan nafsu. Tetapi pikiran semacam itu
terdapat pula pada banyak orang yang mengaku beradab. Mereka menggunakan
daya pikirnya guna memenuhi nafsu dan keinginan fisiknya, padahal
mereka sebenarnya hidup dalam tingkat batin naluri. Tentu, setelah orang
menjadi lebih beradab maka perasaannya menjadi lebih halus, sedangkan
orang primitif mempunyai perasaan kasar. Yang perlu dicatat adalah,
pikiran orang beradab pun masih diperbudak oleh keinginan dan nafsu
badannya. Setelah manusia semakin tinggi tingkatannya, mulailah ia
mempunyai konsep tentang Aku nya yang lebih tinggi. Ia mulai menggunakan
pikirannya dan akalnya, maka ia pindah dari tingkat batin naluri ke
tingkat batin mental – ia mulai menggunakan kecerdasannya, ia mulai
merasakan bahwa batinnya adalah lebih nyata bagi dirinya dari pada
badannya, bahkan kadang ia melupakan badannya bila sedang terbenam dalam
pemikiran secara serius. Setelah kesadaran orang meningkat – yaitu
kesadarannya berpindah dari tingkat mental ke tingkat kerohanian – ia
menyadari bahwa “Aku” yang sebenarnya adalah sesuatu yang lebih tinggi
dari pada pikiran, perasaan dan badan fisiknya, bahwa semuanya ini dapat
digunakan sebagai alat atau instrumennya. Pengetahuan ini bukan
merupakan pengertian saja, tetapi merupakan kesadaran yang khas, artinya
orang benar-benar merasakan sebagai Aku yang sebenarnya (sebagai
bashirah).
Dalam kajian kali ini, kami coba
menunjukkan kepada anda cara mengembangkan atau membangkitkan kesadaran
Aku yang fitrah. Ini merupakan amalan pertama yang harus disadari, sebab
kita tidak akan bisa melakukan pendekatan kepada Allah kalau tidak
menyadari hakekat diri yang hakiki. Seperti tujuan melakukan amalan
puasa dibulan ramadhan adalah mencapai fitrah (idul fitri, kembali
kepada fitrah yang mempunyai sifat suci seperti bayi yaitu diri yang
sejati atau “Aku”). Kesadaran `Aku” ini merupakan langkah pertama pada
jalan menuju keadaan yang disebut sebagai `penerang”, merupakan realisasi hubungan dengan Yang Maha Agung. Latihan ini harus
dipraktekkan, bukan sekarang saja tetapi diberbagai tahapan perjalanan
sampai anda memperoleh penerangan jiwa.
Memasuki Keadaan Dzikir (Patrap Pertama)
Bila mungkin, carilah tempat atau ruangan, yang terbebas dari gangguan, agar batin anda merasa aman dan tenang. Duduklah yang enak agar anda dapat mengendorkan otot-otot dan membebaskan ketegangan syaraf. Lepaskan ketegangan dan biarkan otot-otot menjadi lemas, sampai terasa tenang dan damai meresapi seluruh tubuh. Istirahatkan badan dan pasrahkan seluruh jiwa raga. Atau lakukanlah dengan posisi berdiri, hal ini dilakukan untuk menghindari mudah terlena dan tertidur…
Kondisi tersebut sangat baik bagi tahap permulaan praktek latihan, tetapi setelah pengalaman hendaknya mampu melakukan pengendoran badan dan menenangkan pikiran dimana pun dan kapanpun anda memerlukannya. Ingat bahwa keadaan dzikir harus berada di bawah penguasaan kemauan yang keras. Didalam melakukan praktek dzikir harus diterapkan pada waktu yang tepat dan atas kemauan sendiri. Sadari bahwa Aku adalah hakiki nya manusia yang tidak pernah tidur – tidak mati – abadi, …selalu sadar tidak pernah mengalami sedih dan takut … Aku sang roh suci (fitrah) yang mampu menembus alam mimpi, alam malakut dan alam uluhiyah…
Sekarang anda memasuki tahapan yang
menyebabkan Aku merasa sebagai makhluk mental. Kalau anda memejamkan
mata anda akan merasakan dan bisa membedakan mana Aku yang sebenarnya
… disitu ada aku yang memperhatikan sensasi badan, seperti
misalnya : lapar, haus, sakit, sensasi yang menyenangkan, kesedihan.
Anda akan merasakan ternyata bukan aku sebenarnya yang lapar, sakit dan
sedih, akan tetapi itu adalah sensasi peralatan atau instrumen yang
dimiliki oleh sang Aku. Anda sebenarnya diluar atau diatas semua
alat-alat tadi!! Maka dari itu anda harus melepaskan diri anda dari yang
bukan hakiki, agar tidak diombang-ambingkan oleh peralatan anda
sendiri. Sadari Aku adalah yang menguasai perasaan dan pikiran, jadilah
tuan atas diri anda…
keluarlah anda seperti anda melepaskan
baju, lalu tinggalkan & jangan anda memikirkan semuanya itu. Karena
peralatan anda mempunyai batin naluri yang akan bergerak menurut
fungsinya. Perhatikan saat anda tidur… Aku anda meninggalkan tubuh anda
tanpa harus memikirkan bagaimana nantinya badanku, kenyataanya
instrument tubuh bekerja menurut yang dikehendaki oleh nalurinya
sendiri.
Sadarkan sang Aku. Hubungkan dengan dzat
yang Maha Mutlak …hadirlah dihadapan-Nya sebagaimana kesaksian Aku
dialam `Azali…Panggillah…penuh santun ya Allah… ya Allah… tundukkan jiwa
anda dengan hormat…dan datanglah kehadirat-Nya dengan terus memanggil
ya Allah…ya Allah… timbulkan rasa cinta yang dalam…hadirlah terus dalam
dzikir… biarkan sensasi pikiran dan perasaan melayang-layang…Sadarkan
dan kembalikan bahwa Aku bukan itu semua… Aku adalah yang menyaksikan
semuanya…
bersaksilah dengan mengucapkan dua
kalimat syahadat… sampaikan do’a salawat untuk Rasulullah dan
keluarganya. Teruskan Aku melayang menembus semua alam-alam yang
menghalangi, biarkan Aku berjalan menuju Yang Maha tak Terhingga…jangan
perdulikan kebisingan diluar diri kita .. teruskan jangan berhenti
sampai ada sambutan … hingga dzikir anda akan berubah dengan sendirinya
bukan dari rekayasa pikiran… menjadi laa ilaaha illallah atau
subhanallah …
Kalau sudah mencapai keadaan seperti
ini…dzikir anda … akan terbawa saat anda bekerja…menyetir mobil dan
mengangkat takbir, saat shalat ataupun wudhu…Suasana dzikir terus
membekas dan menyebabkan hati menjadi tenang luar biasa, dzikir bukan
lagi sebuah lafadz akan tetapi merupakan suasana ingat dan ihsan.
Apabila keadaan dzikir anda sudah terasa menyelimuti hati… pikiran…dan
badan anda, frekwensi getaran makin lama makin terasa… dan semakin kuat
rasa sambung kepada Allah. Hati anda semakin sensitif …mudah
menangis…dan kadang tidak bisa ditahan saat anda membaca Alqu’an dan
shalat walaupun anda tidak mengerti artinya.
Sensasi Yang Biasa Muncul Saat Berdzikir
Ketika anda menghadirkan atau menghubungkan diri anda dengan Allah, tiba-tiba muncul rasa haru…merinding…Badan terasa agak berat dan bergoncang… seperti ada muatan getaran yang menyelimuti badan…semakin kuat hubungan anda dengan Allah, maka akan semakin kuat getaran yang ditimbulkannya…biarkan getaran itu mengalir…dengan getaran itulah anda tidak lagi terganggu oleh pikiran dan khayalan yang melayang-layang… Adanya getaran merupakan tanda kesambungan anda dengan Allah…biasanya anda tidak akan kuat menahan tangis yang tiba-tiba muncul…Kadang anda akan dituntun shalat ..dituntun berdzikir…dituntun bersujud. Biarkan jangan ditolak atau dilawan … pasrahkan saja dengan ikhlas. Anda tidak akan mengalami rasa penat, capek dan jenuh walaupun itu terjadi berjam-jam lamanya. Sekalipun hal itu anda lakukan pada waktu malam hingga pagi .. tubuh rasanya menjadi segar dan tidak lemas … bahkan terasa lebih rileks dan nyaman.
Semakin anda tekun berkomunikasi kepada
Allah semakin halus getaran yang muncul. anda mungkin menjadi heran
tatkala anda agak sulit marah, hati anda lebih terkendali tanpa ada
penahanan atau pemaksaan. Hati menjadi lunak dan menimbulkan perangai
yang sangat lembut. Hati terus menerus berdzikir bukan dari keinginan
nafsu… dzikir itu muncul dari rasa Aku yang dalam… tiada bisa
dibendung…rasanya seperti ditarik oleh rasa kesambungan yang sangat
kuat. kondisi seperti itu pikiran menjadi lemah tidak lagi liar seperti
semula Nafsu menjadi teredam dan istirahat …yang ada tinggal rasa atau
getaran iman yang dalam dan muncul tiada bisa dicegah…
Penegasan Patrap Pertama
Praktekkan patrap pertama ini pada waktu-waktu senggang. Sebagai catatan: sebaiknya dalam melakukan patrap hendaknya anda membersihkan dari hadast besar dan kecil. Kemudian shalat sunnah dua rakaat. Ambil posisi berdiri seperti hendak shalat menghadap kiblat…
Hubungkan rasa Ingat Anda kepada Allah …
Timbulkan rasa rindu dan cinta kepada Allah …
Hadirkan hati anda dan pasrahkan jiwa raga …
Mohonlah bimbingan kepada-Nya…
Ya Allah Ampuni kami…
Ya Allah Ajarkan kami dan bimbinglah kami didalam menuju makrifat kepada Engkau
Ya Allah lindungilah kami dari godaan nafsu dan syetan yang terkutuk
Bismillahirrahmanirrahim
Asyhadu anlaa ilaha ilallah wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah
Allahumma shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad
Ya Allah…Ya Allah…Ya Allah…Ya Allah…
Ya Allah…Ya Allah…Ya Allah …
(tidak perlu anda menghitung jumlah lafadz yang diucapkan)
Hantarlah jiwa Anda dengan nama Allah sampai anda mendapatkan
sambutan…Apabila anda serius biasanya lebih cepat. Lakukanlah patrap ini
setiap hari… walaupun hanya sepuluh menit…Atau bisa dilakukan sambil
berjalan, diatas kendaraan, menjelang tidur sambil berbaring…
Tutuplah patrap dengan bersujud dan berdo’a
Mudah-mudahan anda mendapatkan bimbingan dari Allah Swt.. amin
Mudah-mudahan anda mendapatkan bimbingan dari Allah Swt.. amin
Komentar
Posting Komentar