Ego vs Nurani

Ego vs Nurani

By Supardi Lee

peperangan tiada henti

Saudara, kita setiap hari butuh makan dan minum.  Iya, kan?  Bila kebutuhan ini tak terpenuhi, maka penyakit akan datang.  Sehat akan didapat bila kebutuhan ini dipenuhi sampai cukup.  Bagaimana bila berlebih?  Penyakit akan datang juga.  Tidak seketika, tapi pasti.

Kenapa kita melakukan hal yang buruk bagi diri kita sendiri?  Karena hal buruk itu mendatangkan kenikmatan.  Makan berlebih menimbulkan kenikmatan.  Tidur,  belanja, nonton TV yang berlebih juga demikian.  Kenikmatan adalah sesuatu yang kita cari.  Maka kita mencarinya dari segala sesuatu, termasuk yang buruk bagi kita sekalipun.

Mari bertanya kenapa sekali lagi : “Kenapa kita melakukannya?”

Saya menemukan sebabnya.  Anda juga kemungkinan besar telah tahu.  Dalam diri kita ada ego.  Sang ego lah yang menjadi sumbernya.  Ego lah yang terus mendorong kita untuk mendapatkan kenikmatan.

Dalam diri kita pun ada nurani.  Ego dan nurani semacam pasangan.  Dua-duanya punya tujuan yang sama.  Sama-sama mendorong agar kita agar mendapat kenikmatan.  Bedanya, ego cuma suka pada kenikmatan sesaat.  Sedang nurani suka pada kenikmatan jangka panjang.

Ego dan nurani memberikan akibat bila dituruti.  Menuruti ego membuat kita mendapat kenikmatan sesaat dan penderitaan jangka panjang.  Menuruti nurani membuat kita mendapat kenikmatan jangka panjang dan penderitaan sesaat.  Nurani menuntun kita agar bertindak cukup dan sesuai dengan kebutuhan.  Ego menuntun kita agar bertindak berlebihan dan memaksimalkan kenikmatan sesaat.

Contohnya makan.  Makan menuruti nurani adalah makan yang cukup.  Tidak berlebih, dan sehat.  Maka perut akan diisi sepertiga makanan, sepertiga minuman,  sepertiga udara.  Makan menuruti ego membuat kita makan dan minum sampai penuh.  Tanpa menyisakan ruang untuk udara.  Akibatnya, proses metabolism makanan tidak optimal.  Banyak makanan yang terbuang atau disimpan tubuh sebagai lemak.  Maka kelebihan berat badan akan terjadi.

Nah, makan menuruti nurani mendatangkan penderitaan sesaat.  Kita masih ingin makan, makanannya pun ada.  Maka ketika makan itu dihentikan, kita pun menderita.  Iya, kan?

Itu contoh yang berkaitan dengan fisik.  Bagaimana dengan contoh yang berkaitan dengan emosi?  Sama saja.  Emosi yang menuruti ego akan menimbulkan kenikmatan dan solusi sesaat, juga penderitaan dan masalah jangka panjang.  Misalnya anak anda yang berusia empat tahun salah.  Main tanah padahal sudah mandi misalnya.  Anda memarahinya.  Maka sang anak akan berhenti main tanah, lalu membersihkan diri dan pakaiannya.  Anda puas dan masalah pun selesai.

Benarkah?

Tidak!  Anak anda berhenti main tanah memang iya.  Inilah solusi sesaat.  Anda pun yakin bahwa kesalahan anak anda bisa terus diselesaikan dengan cara ini.  Anda mengulanginya berulang-ulang.  Setiap hari.  Setiap kali anak anda membuat kesalahan.  Karena anda menggunakan marah, maka anda sebenarnya sedang membangun masalah jangka panjang.  Anak anda menuruti anda, hanya karena ia masih kecil dan tak punya kekuatan.  Padahal hatinya terluka.  Maka makin ia besar dan kuat, masalah jangka panjang ini akan mulai timbul.  Apa itu?  Bisa anak yang jadi pemberontak atau penakut.

Marah adalah emosi yang menuruti ego.  Prosesnya diawali dari kekesalan karena ada kejadian yang tak sesuai dengan keinginan atau standar anda.  Kesal adalah emosi yang masih internal.  Tapi begitu kesal ini ditambahi ego, maka muncullah marah.  Marah adalah emosi eksternal.  Emosi yang keluar dari diri anda.  Diekspresikan dengan kata-kata atau perbuatan.

Kesal yang sama sebenarnya tidak harus menjadi marah.  Ia bisa menjadi sabar.  Sabar adalah kesal yang kemudian ditambahi nurani.  Nurani bisa membuat kita bertahan atas penderitaan kesal.  Membuat penderitaan kesal itu menjadi sesaat.  Maka dalam kasus anak tadi, anda bisa bersabar bahkan kreatif mencari cara yang membuat anak anda berhenti main tanah, tanpa melukai hati sang anak. Bahkan membuat anak anda tetap bergembira.

Sedih adalah juga emosi.  Ketika sesuatu atau seseorang yang kita sayangi hilang, maka timbullah kesedihan.  Kesedihan ini bisa berkepanjangan atau cepat berlalu.  Apa yang jadi sebab?  Sedih berkepanjangan disebabkan ego yang menguasai diri.  Sedih yang cepat berlalu disebabkan nurani yang mengendalikan.

Misalnya anda ditinggal kekasih yang sangat anda cintai.  Ego anda akan mendorong anda untuk berpikir: “Dia tidak seharusnya melakukan itu.  Saya kan mencintainya.  Kenapa ia meninggalkan saya?  Saya sudah begitu baik padanya.  Saya tidak terima diperlakukan seperti ini.”  Nah, semua pikiran itu membuat kesedihan anda makin memuncak.  Bila sudah begini, maka sedih akan berubah menjadi benci bahkan dendam.  Benci bertolak belakang dengan cinta.  Dendam adalah lawan kedamaian.   Dengan benci dan dendam anda bisa melakuan hal-hal yang buruk pada orang yang tadinya anda cintai.

Apa yang terjadi bila nurani yang anda turuti?  Maka nurani akan berbisik: “Saya mencintainya.  Ia meninggalkan saya, berarti itu yang terbaik untuknya menurut dirinya.  Saya tahu apa yang terbaik untuk saya, menurut saya sendiri.  Saya akan menerima kejadian ini.  Saya belajar banyak.  Saya akan melakukan yang terbaik untuknya”  Nah, sedih itu justru mendorong anda untuk menerima kejadian itu.  Bahkan memaafkan.  Baik memaafkan kekasih anda, atau memaafkan diri anda sendiri.  Tak ada benci.  Tak ada dendam.  Anda pun bisa melanjutkan hidup dengan damai.  Kesedihan anda sangat cepat berlalu.  Bukan tidak mungkin, anda akan berterima kasih pada kekasih anda atas segala kebaikannya meskipun sekarang  ia telah meninggalkan anda.  Wow,… itulah hebatnya nurani.

Jadi, ketika ada kejadian negatif, anda otomatis merasakan emosi negatif.  Tapi emosi negatif ini masih internal sifatnya.  Akan menjadi emosi negatif eksternal bila anda mendengarkan dan menuruti ego anda.  Karena itu, ketika emosi negatif mulai timbul, dengarkan dan ikuti kata nurani.  Maka anda akan tertuntun selalu pada kebaikan.  Bila sudah begini, kejadian negatif apapun  tidak akan bisa membuat anda beremosi negatif, berkata-kata negatif, apalagi bertindak negatif.   Maka jadilah anda pribadi yang kuat.  Kuat yang sejati…
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Sifat, Sikap dan Karakter

Bahasan Qolbu

Meningkatnya Level of Consciousness atau Tingkat Kesadaran