Berkaca pada Musa dan Harun
Berkaca pada Musa dan Harun
Musa
dan Harun adalah paket Allah untuk manusia pada zamannya, dan manusia
pada zaman kita. Apa yang terjadi pada keduanya menjadi pelajaran yang
sangat berharga bagi kita. Maka hampir dalam setiap ayat yang berbicara
tentang Musa, selalu hadir Harun di sana. Contohnya adalah firman Allah ini : “dan sesungguhnya Kami telah melimpahkan nikmat atas Musa dan Harun”
(QS 37:114). Tidak mudah untuk dapat menyelisik ayat ini, jika tidak
ada kesediaan kita untuk mencermatinya dengan seksama. Tidak saja
terhadap kisah Musa dan Harun. Tetapi yang lebih penting adalah,
kesediaan kita untuk menerima Musa dan Harun sebagai suri teladan kita.
Jika kita masih bersikap diskriminatif, maka kita tidak akan pernah
dapat menemukan mutiara dari ayat-ayat Allah yang sangat jelas ini.
Membaca ayat tersebut, mestinya yang muncul dalam renungan kita adalah : nikmat apa
yang telah dilimpahkan oleh Allah kepada keduanya ? Pertanyaan ini
penting sekali agar ayat tersebut tidak lewat begitu saja. Banyak di
antara kita yang beranggapan, lumrah saja jika Musa dan Harun mendapat
limpahan nikmat dari Allah, karena keduanya adalah para Nabi utusan
Allah. Tetapi, tidak banyak yang mau menerima dan menjadikan keduanya
sebagai teman yang paling baik. Bukankah Allah sudah menyatakan : …. orang-orang
yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu, Nabi-nabi, para shiddiqin,
syuhada dan shalihin; merekalah teman yang sebaik-baiknya (QS 4:69).
Musa dan Harun adalah sebuah paket dari Allah yang harus kita jadikan
sebagai teladan dan sekaligus teman baik sepanjang hidup kita. Bagi
manusia yang sudah mendapat pencerahan rohani, hal tersebut tidak
meragukan. Artinya mereka yakin dengan keyakinan yang kuat. Tetapi, bagi
manusia yang masih teralingi qolbunya, maka pernyataan tersebut akan
terasa aneh. Mana bisa kita berteman baik dengan Musa dan Harun yang
sudah meninggal ?
Mengapa ada sikap yang berbeda dari dua jenis manusia itu ?
Jawabannya ada pada sikap dan pemahamannya terhadap firman Allah. Bagi
manusia yang sudah tercerahkan, Musa dan Harun tidak pernah mati, karena
Allah sudah memberitahu, ” dan janganlah kamu mengira bahwa
orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup
di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki”. (QS 3:169), sehingga
mereka menjadikannya sahabat dan teman baik. Orang-orang yang sudah
tercerahkan adalah mereka yang selalu berada dalam kesadaran dirinya.
Mereka sadar, Musa dan Harun masih hidup bersama Tuhannya.
Berbeda halnya dengan manusia yang masih teralingi qolbunya. Mereka
menanggap bahwa orang yang sudah mati berarti sudah tinggal cerita
belaka.
“Dan mereka berkata ‘kehidupan ini tidak lain hanyalah
kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak akan ada
yang membinasakan kita selain masa’, dan sekali-kali mereka tidak
memiliki pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah
menduga-duga saja” (QS 45:24).
Baiklah, kita tidak akan membahas perbedaan dua golongan manusia itu.
Tujuan kita adalah untuk mengambil iktibar dari kehidupan Musa dan
Harun yang telah mendapat limpahan nikmat dari Allah swt. Sebenarnya,
nikmat apa saja yang telah dikaruniakan Allah kepada Musa dan Harun ?
Dan Kami selamatkan keduanya dan kaumnya dari bencana yang besar
(QS 37:115).
Itulah nikmat pertama bagi Musa dan Harun. Dan bahaya yang
besar, bukanlah semata-mata ancaman akan dibunuh oleh Firaun dan para
pengikutnya yang terus mengejar mereka. Bagi Musa dan Harun, kematian
bukanlah sesuatu yang menakutkan, karena mereka mengerti tidak ada
seorang pun yang akan dapat lepas dari takdir Allah. Maka jika Allah
menakdirkan keduanya harus mati di tangan Firaun dan balatentaranya, itu
bukan perkara besar.
Bahaya paling besar bagi manusia yang mengancam manusia sepanjang
zaman adalah bahaya kemusyrikan karena kekafiran. Artinya, manusia
berada dalam bahaya besar, jika mereka belum mengenal siapa Tuhan yang
harus mereka sembah, yang harus mereka imani, dan yang harus mereka
taati. Musa dan Harun serta para pengikutnya diselamatkan oleh Allah
dari bahaya tersebut, ketika Musa diperintahkan untuk memukulkan
tongkatnya ke permukaan laut, sehingga terbelahlah laut.
Sebenarnya, peristiwa itu adalah peristiwa rohaniah, yang
diperlihatkan oleh Allah sebagai fenoma yang ajaib. Maka, hingga saat
ini, peristiwa rohaniah yang dialami oleh Musa dan Harun serta para
pengikutnya tetap tersimpan rapi, karena yang ditampakkan oleh Allah
adalah fenomena alam yang ajaib itu. Manusia menyebutnya sebagai
mukjizat. Hanya para pelaku perjalanan rohaniah sajalah yang dapat
merasakan nikmat terbelahnya laut. Ketika itulah Allah menyatakan :
“dan Kami tolong mereka sehingga jadilah mereka orang-orang yang menang” (QS 37:116).
Nikmat yang kedua, dinyatakan oleh Allah : ” dan Kami berikan kepada keduanya kitab yang sangat jelas”
(QS 37:117). Kitab yang dimaksud adalah Kitabullah, yang isinya berupa
Kalamullah dan sering dalam Al Quran disebut sebagai Kitab yang
bercahaya atau Kitabul munir. Dan dalam perspektif syariat
kitab itu disebut sebagai Taurat. Tetapi dalam perspektif hakikat, maka
kitab yang dimaksudkan adalah sesuatu yang tersimpan di dalam qolbu
berupa cahaya. Kitab tersebut tidak akan pernah dapat dibaca, jika Allah
tidak memberikan petunjuk bagaimana mengambilnya dari dalam qolbu.
Itulah sebabnya, Allah memberikan nikmatNya yang lain, yaitu : “dan Kami tunjuki keduanya kepada jalan yang lurus” (QS 37:118). Jalan yang lurus, al-shirat al-mustaqim,
yang harus ditempuh oleh Musa dan Harun untuk mengambil kitab yang
tersimpan dalam qolbunya, sehingga keduanya dapat membaca kitab
tersebut, lalu menjadikan kitab tersebut sebagai panduan dalam menjalani
roda kehidupan, agar Allah senantiasa mencurahkan nikmatNya terus
menerus. Bahkan : “Kami abadikan untuk keduanya, di kalangan orang-orang yang datang kemudian”
(QS 37:119). Allah menjadikannya abadi, itu pun sebagai hujjah bahwa
Musa dan Harun tidaklah mati.
Keduanya tetap hidup bersama Allah dan
mendapatkan rezeki yang terus mengalir : “Kesejahteraan dilimpahkan atas Musa dan Harun” (QS 37:120).
Komentar
Posting Komentar